Tidak diragukan lagi, bahwa para darwis, calon Sufi, telah secara tradisional berkumpul bersama-sama untuk mengkaji atau belajar sisa-sisa apa saja dan ajaran yang mereka temukan ini, menunggu saat yang memungkinkan apabila seorang tokoh mungkin muncul diantara mereka, dan membuat efektif prinsip-prinsip dan praktek-praktek yang arti hidupnya telah hilang (lenyap), untuk mereka. Teori ini ditemukan di Barat, tentu saja, di dalam Freemasonry (dengan konsepnya tentang 'Rahasia yang Hilang').
Latihan (praktek) secara layak ditegaskan sebagai contoh, di dalam buku Awarf-ul-Ma'arif dan hal itu telah dikaitkan dengan perhatiannya dalam hal-hal semacam sebagai suatu indikasi dari pengharapan messianik yang dicirikan dalam Sufisme. Betapapun bahwa itu mungkin (dan itu mestinya suatu 'fase yang berhubungan dengan persiapan', bukan Sufisme yang sebenarnya) ada fakta-fakta atau bukti bahwa orang-orang di Eropa dan Timur Tengah, apa pun komitmen atau kepercayaan psikologis, telah dari waktu ke waktu ditetapkan dan bersemangat dalam doktrin-doktrin Sufi oleh para guru, yang kadang-kadang misterius asal-usulnya, telah berada diantara mereka.
Orang-orang ini telah berabad-abad ditunjuk atau dianggap sebagai manusia universal atau sempurna (insan al-kamil). Kasus seperti ar-Rumi dan orang-orang Syam dari Tabriz, dari Bahauddin Naqsyabandi (abad ke-14) dari Bukhara; dari Ibnu al-Arabi, yang mengajar dalam sudut pandang agama, para tokoh puisi kuno dan cinta, dan banyak lainnya yang kurang dikenal di dalam literatur Barat.
Problem bagi murid di sini mungkin bukan apakah bentuk 'irasional' dari kegiatan ini atau makanan-minuman dari suatu tradisi berlangsung atau tidak; melainkan kesulitan yang agak bersifat psikologis tentang penerimaan orang-orang serupa sebagai benar-benar memiliki suatu fungsi atau manfaat khusus untuk 'menyatukan kembali manik-manik tasbih dari air raksa' atau 'mengaktifkan kembali, membangunkan, aliran batin di dalam diri manusia'.
Tetapi kita bahkan tidak memulai untuk menghitung atau menyebut satu demi satu di ladang-ladang yang mana kaum Sufi dan entitas-entitas yang terkenal, telah ditemukan oleh mereka (mereka ini belakangan menjadi suatu minoritas dari jumlah yang sebenarnya, karena Sufisme adalah tindakan, bukan institusi), telah mengamalkan bentuk-bentuk tindakan sosial, filosofis, dan lain-lain, seribu tahun lalu. Karakter-karakter yang tampaknya bermacam-macam sebagaimana keterusterangan ar-Rumi, kesucian Chisyti, si 'mabuk Tuhan' al-Hallaj,ahli kenegaraan dari para Mujaddid, telah bekerja untuk abad-abad selanjutnya reunifikasi yang aktual dari komunitas-komunitas yang tampaknya terbagi secara tetap.
Karena usaha-usaha mereka ini, dan dinilai dengan standar-standar yang tidak cukup, dan sering tidak akurat dari para komentator mereka, orang-orang ini telah dituduh menjadi orang-orang Kristen (secara) rahasia, Yahudi, Hindu, Kafir, dan penyembah matahari. Ketika para pendukung Bektasli menggunakan nomer (angka) duabelas, dan diberi --seperti al-Arabi dan ar-Rumi-- mitos-mitos orang Kristen, suatu tempat yang tinggi dalam ajaran-ajaran mereka. Hal itu telah (dan tetap) dianggap bahwa mereka memupuk modal atau memberi modal pada daerah yang terdapat banyak orang Kristen tanpa suatu kepemimpinan efektif.
Validitas tindakan ini menunggu pembuktian dari jawaban Sufi bahwa orang-orang Kristen, seperti juga lainnya, rumusan-rumusan mengandung suatu ukuran berharga mengenai pemikiran (yang dalam) 'dalam keadaan yang cocok atau pantas' dapat diterapkan kepada manusia.