Fenomena maraknya penggunaan flyover sebagai tempat nongkrong, pacaran dan berdagang tentu akan menimbulkan dampak negatif. Apabila dibiarkan, hal ini berpotensi menimbulkan gesekan kecil yang menimbulkan kekerasan hingga terjerumus pergaulan bebas.
"Dari segi usia dan pikiran, mereka yang belum menikah, masih muda cenderung berani mengungkapkan adegan ciuman atau nongkrong di tempat (flyover) seperti itu karena dianggap tidak ada masalah," kata pengamat sosial dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Syarif Hidayat kepada detikcom.
Menurut dia telah terjadi kesalahan persepsi dan kelonggaran ketertiban yang menempatkan flyover sebagai tempat pacaran. Hal ini jelas melanggar etika dan menggangu kepentingan umum. Sehingga harus ada efek jera. Seperti patroli polisi atau patroli Satpol PP dadakan.
“Jangan hanya bulan Ramadan saja, tapi hari-hari biasa juga," kata Syarif. Selain longgarnya peraturan, fenomena ini juga dipicu pasangan muda yang cenderung ikut-ikutan melihat pasangan lain. Ada juga remaja yang usia labil juga ikut nongkrong dengan teman-temannya.
Syarif mengatakan, timbal balik dari ramainya penempatan flyover ini membuat pelaku usaha minuman, makanan kecil berani berjualan. Apalagi saat bulan Ramadan, bukannya berkurang angka pasangan muda mudi dan penjual ini malah bertambah.
Ia pun menyebut harus ada tindakan konkret seperti upaya patroli rutin dari Satpol PP dan kepolisian. "Lakukan inspeksi mendadak patroli dua hari sekali. Atau tempatkan petugas Satpol PP yang piket untuk patroli di flyover,” kata Syarif.
Sejumlah remaja yang ditemui detikcom mengakui sering nongkrong di flyover karena lokasinya jauh dari warga. Di atas flyover mereka bisa dengan leluasa berteriak tanpa orang yang menegur.
Bahkan tak jarang mereka menggunakan flyover untuk menikmati minuman keras jenis anggur putih dan anggur merah. Biasanya memasukkan minuman beralkohol itu ke dalam botol air mineral kemudian membungkusnya dengan plastik hitam.
"Di sini (flyover) kalau 'ngakak' keras - keras kan gak ada yang marah," kata Toni, salah satu remaja yang ditemui detikcom di flyover Kalibata, Jakarta Selatan.
Penyalahgunaan flyover sebagai tempat nongkrong, pacaran ataupun berjualan tentu ada sebabnya. Salah satunya menurut pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti, Yayat Supriatna hal itu dipicu terbatasnya ruang terbuka di Jakarta.
"Anak-anak muda kehilangan ruang beraktivitas, jadi yang dipergunakan adalah mau tidak mau ya tempat-tempat 'kongkow' seperti jembatan," kata Yayat kepada detikcom.
Fenomena menjadikan flyover menjadi tempat nongkrong tidak hanya terjadi di Jakarta saja. Di berbagai daerah seperti Bogor, Bekasi, dan Tangerang juga terjadi hal yang sama. Pemicunya sama, yakni jumlah penduduk yang semakin padat.