”Desa Candiretno diduga kuat merupakan kawasan permukiman karena bangunan suci yang menjadi tempat sembahyang biasanya juga tidak akan jauh dari rumah penduduk,” tutur peneliti arkeologi dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional, Bambang Budi Utomo, Minggu (4/3/2012).
Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional sebelumnya melakukan penelitian arkeologi di Desa Candiretno selama 15-28 Februari. Selain dari penelitian tersebut, sisa-sisa bangunan suci tersebut ditemukan oleh warga sekitar sejak tahun 1970-an hingga sekarang.
Pada masa Kerajaan Mataram kuno, mayoritas masyarakat yang tinggal di Desa Candiretno diduga beragama Hindu. Hal ini didukung oleh bukti-bukti temuan lain, seperti arca Durga dan Agastya, dua arca yang biasa menjadi pemujaan masyarakat Hindu.
Selain sisa bangunan candi, di Desa Candiretno juga ditemukan beberapa lumpang kuno yang menegaskan bahwa masyarakat yang tinggal di desa itu dahulu menjalankan aktivitas bertani dan mengolah hasil pertanian.
Bambang mengatakan, banyak benda cagar budaya di Desa Candiretno kini tidak diketahui keberadaannya. Sekitar tahun 1974 hingga tahun 1976, ditemukan puluhan arca di Desa Candiretno. Namun, saat ini hanya ada empat arca yang disimpan di Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Tengah.
”Warga Desa Candiretno mengungkapkan, pada tahun 1980 ditemukan arca berbahan perunggu dan emas, namun saat ini tidak diketahui lagi arca tersebut berada di mana,” ujar Bambang.
Tersebar
Kepala Seksi Pemerintahan Desa Candiretno Slamet Martono mengatakan, di Desa Candiretno saat ini terdapat puluhan benda cagar budaya yang tersebar di tujuh dusun. Desa Candiretno terdiri dari sembilan dusun.
Di Dusun Tidaran, misalnya, ditemukan dua arca berbentuk sapi. Di Dusun Tidaran dan Cetokan, masing-masing ditemukan dua yoni. Di Dusun Bengkung, ditemukan 15 buah batu candi dan batu bata merah kuno.
Puluhan benda cagar budaya tersebut kini masih dibiarkan di lokasi awal penemuan, antara lain di sekitar pekarangan warga dan lahan pertanian. Warga ragu-ragu dan khawatir upaya pemindahan benda cagar budaya tersebut dari lokasi asal akan menyalahi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Kondisi ini, menurut Slamet, membuat Desa Candiretno kerap didatangi orang asing dari luar kota yang bertujuan untuk menggali serta mencari temuan benda cagar budaya. ”Orang-orang asing tersebut antara lain berasal dari Boyolali dan Semarang,” ujarnya.
Terakhir, rombongan orang asing datang dan melakukan penggalian di Desa Candiretno pada pertengahan Februari lalu. Salah satu anggota rombongan tersebut adalah Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Magelang Dian Setya Dharma yang duduk menunggui para pekerja yang menggali di depan Koperasi Unit Desa Candiretno.