Sebagian yang lain, para teoretisi fisika, mengatakan bahwa hal yang belum bisa dibuktikan secara eksperimental bukan berarti tak mungkin ada. Siapa tahu nanti suatu saat bisa dibuktikan.
Ada seorang teoretisi fisika yang mencoba memahami para eksperimentalis itu. Ia bernama A. Zee. Ia mengakui lebih bahagia bila teori yang dibangunnya bisa dibuktikan di laboratorium. Ia pun memaklumi bila ada fisikawan yang lebih hormat pada teori klasik termodinamika ketimbang teori Relativitas Einstein yang prestisius tapi tak bisa dibuktikan secara empiris. Zee diam-diam menyimpan kejengkelan terhadap koleganya sesama teoretisi fisika yang kerjanya hanya mereka-reka teori baru di kertas, dan membangunnya berdasarkan logika-logika matematika semata. ”Matematikanya tidak salah. Tapi titik pijakannya tidak kukuh, dan asumsi-asumsi yang dipakai tidak jelas,” ujarnya.
Sebagai teoretisi, Zee sering kena sindiran dari para fisikawan eks-perimental. Suatu ketika ia mengunjungi Universitas California di Berkeley, memberikan ceramah. Dalam kata sambutannya Dr. Gene Commins, ahli fisika eksperimental dari Berkeley mengatakan, ”Kami perlu waktu 20 tahun untuk menerima atau menampik teori yang dibangun oleh Mr. Zee hanya dalam sesiang.”
Teoretisi fisika kondang dari Amerika itu sangat memahami sindiran telak itu. Ia bisa memaklumi kejengkelan itu. Di kalangan fisikawan eksperimental ada sebuah anekdot. Seseorang menanyakan berapa bidadari bisa menari di ujung sebuah jarum. Jawab seorang fisikawan eksperimental, ”Berikan dulu padaku seorang bidadari, nanti kuhitung berapa bidadari bisa menari di ujung jarum.”
Dalam buku Mysteries of Life and The Universe, yang diterbitkan akhir tahun lalu untuk pengumpulan dana bagi lembaga yang berupaya mencegah kematian bayi, Zee mencoba ”memberikan bidadari” itu kepada para fisikawan eksperimental. Ia memberikan prosedur penelitian untuk hal yang amat populer dalam fiksi ilmiah: soal pembalikan arah waktu. Sebuah teori yang dianggap bisa membuktikan bahwa perjalanan ke masa lampau dan masa depan mungkin dilaksanakan. Zee memang dikenal sebagai pengamat andal dalam soal teori time reversal, teori pembalikan waktu. Teori ini, kata Zee, memang sangat menarik, bahkan bisa menarik perhatian orang-orang awam. ”Dalam kasanah fisika modern, teori ini yang paling mengesankan dan bisa memberikan inspirasi masyarakat luas,” kata Zee.
Dalam mendiskusikan pembalikan waktu itu Zee mengajak kita memperhatikan soal perangai waktu itu sendiri. Waktu, kata Zee, selama ini hanya diketahui bergerak satu arah: menuju masa depan. Di situ ada panah waktu yang jelas. Para teoretisi fisika percaya bahwa panah waktu bisa menciptakan relativitas dan membuat hukum termodinamika mengalami penyimpangan. Proses penuaan atas jaringan tubuh, dalam pandangan kaum teoretisi, dianggap manifestasi bekerjanya panah waktu atas proses termodinamika.
Lantas, di lain pihak, ekspansi alam semesta itu dianggap sebagai gerak lain dari panah waktu. Yang jadi pertanyaan Zee, adakah dua jenis panah waktu itu saling berhubungan. Atau pertanyaan yang lebih spesifik lagi, bisakah kita membalikkan arah panah waktu itu. Para fisikawan eksperimental pening kepala mencoba menjawab pertanyaan itu. Soalnya, mereka tak tahu prosedur untuk membuktikannya. Para eksperimentalis memang bekerja bermodalkan prosedur operasional. Dengan itu mereka bisa menjadikan fenomena fisika menjadi teknologi. Dengan prosedur operasional yang mantap, fenomena fisika bisa mudah disaksikan, diukur, dan dimanfaatkan. Kali ini si teoretisi Zee, yang terkenal gara-gara buku fisika populernya yang laris, Fearful Symmetry, menawarkan prosedur operasional yang sederhana untuk membuktikan pembalikan waktu. Sebuah peristiwa fisika dibuat film, lantas film itu diputar mundur ke belakang.
Kalau ternyata pemutaran mundur itu tak memberikan fenomena yang aneh, berarti tak ada pembelokan terhadap panah waktu. Kalau tak ada pembelokan waktu, itu berarti proses ke depan peristiwa itu sama dengan proses ke belakang. Maka dikatakan di situ ada simetri. Logikanya, dimensi waktu pun bisa menjadi semacam dimensi ruang. Kalau di dalam ruang kita bisa meloncat ke kiri dan ke kanan, mengapa tak mungkin kita meloncat ke masa lampau, lalu ke masa depan? Ia memberikan contoh permainan base ball dalam rekaman. Seorang atlet memukul bola kencang, sampai bola keluar lapangan.
Ketika video itu diputar secara terbalik, terlihat hal yang aneh: bola meluncur dari luar lapangan dengan laju yang makin lama makin cepat, sebelum akhirnya membentur batang pemukul, dan membuat tangan si atlet terpental ke samping. Kata para eksperimentalis, dalam pemutaran terbalik terjadi fenomena yang menyalahi hukum fisika. Bola yang dilemparkan, karena bergesek dengan molekul-molekul udara, akan bertambah lambat, bukan bertambah cepat. Tapi sebentar, kata Zee. Seandainya gambar di video sangat tajam, pemutaran balik itu tidak menyalahi hukum fisika. Sebab di situ akan terlihat molekul-molekul udara bukannya mengerem bola, tapi mendorong bola itu hingga terjadi percepatan gerak bola.
Ini tentu saja terjadi karena film diputar balik. Dalam pemutaran biasa itu molekul mengerem bola, diputar balik arah rem berbalik menjadi mendorong. Satu nol untuk teoretisi fisika. Nah, untuk lebih ilmiah, eksperimen itu dilanjutkan dengan membahas bagaimana kalau yang diputar balik itu adalah film tentang atom. Kemudian Zee, dalam tulisan panjangnya itu, mengomentari eksperimen di Berkeley tentang fenomena munculnya zarah deuteron dan pion akibat tumbukan dua buah proton. Fenomena subatomik yang telah berumur 42 tahun itu lalu direkam dalam film.
Untuk perbandingan dibuat pula film yang menggambarkan proses kebalikannya: tumbukan pion dan deuteron yang menghasilkan dua proton. Ajaib, film pertama kalau diputar mundur persis sama dengan film kedua diputar biasa. Dan demikian sebaliknya. Itu berarti, dalam dunia subatomik pun tidak ada penyimpangan atas fenomena panah waktu bila terjadi pembalikan arah waktu. Contoh yang lebih baik datang dari eksperimen tahun 1956 tentang fenomena gerak elektron.
Tapi sebelum bicara soal ini, Zee mengingatkan pada permainan gasing. Anak-anak tahu bahwa gasing berputar pada sumbunya, sedangkan tepiannya berputar membentuk lingkaran. Zee menyebut fenomena itu dengan istilah khusus: precessing. Bila gerakan gasing itu difilmkan, lalu diputar ke belakang, yang tampak adalah kejadian bahwa gasing itu berputar pada arah yang sebaliknya, demikian pula sumbunya. Kita tahu, arah perputaran gasing itu mengikuti ke mana tali ditarik.
Dengan kata lain, hukum mengatakan bahwa putaran gasing itu tak berubah ketika waktu diputar balik. Kembali pada soal gerak elektron, yang berputar seperti gasing, dan terus berputar. Di dunia mikroskopis pada level subatomik, zarah semacam elektron bebas dari friksi, dari gangguan. Secara relatif, elektron itu jauh dari zarah lain. Elektron seperti berada di ruang hampa dan tak terpengaruh gravitasi. Ia akan berputar selamanya mengikuti kelembamannya, dengan kecepatan tetap. Yang harus diingat, tulis Zee, adalah kenyataan bahwa medan magnet hanya bisa dibangkitkan oleh gerakan muatan listrik. Muatan yang diam hanya bisa membangkitkan medan listrik, bukan medan magnet.
Lantas, apakah elektron yang berputar itu terpengaruh oleh panah waktu? Zee mengajak orang melihat ke proyektor. Sebuah film tentang perputaran elektron disajikan, dan kemudian diputar mundur. Di situ tampak, elektron berputar ke arah yang lain. Inikah petunjuk adanya sebuah panah waktu? Dengan memperhatikan arah ke mana elektron berputar bisakah kita mengatakan ke arah mana film itu dimainkan? Tapi tunggu. Medan magnetik sebenarnya juga berjalan ke arah sebaliknya. Muatan yang bergerak sebaliknya membuat medan magnetik bergerak ke arah yang sebaliknya pula dalam film yang diputar mundur. Maka sulit untuk mengatakan bahwa film itu berjalan maju atau mundur. Sebagaimana halnya dengan perputaran gasing, bisa ke arah yang satu dan bisa ke arah yang lain, hanya melihat perputaran itu kita tak bisa tahu apakah film yang merekam perputaran itu diputar biasa atau diputar mundur.
Satu lagi bukti bahwa elektron pun tak terpengaruh oleh pembalikan waktu. Bagaimana dengan putaran elektron pada medan listrik? Jika fenomena itu dibikin film, lantas kembali diputar mundur, ternyata medan listrik tidak mengikuti pembalikan ini, medan listrik tidak membalik arah. Kenapa? Karena yang ada di situ adalah muatan listrik yang diam tak bergerak. Kecuali bila elektron berputar ke arah lain. Film yang berjalan ke depan pun bakal ke-lihatan lain: medan listrik menunjuk arah yang sama dalam kedua arah putaran film, namun putaran elektron menunjukkan arah yang berbeda.
Bila itu terjadi, yakni elektron berpusing dalam medan listrik, pengesahannya mesti datang dari laboratorium. Atur perangkat di laboratorium, bangkitkan medan listrik dan masukkan sebiji elektron. ”Kalau Anda bisa melihat elektron itu berputar, bersiaplah terbang ke Stockholm untuk menerima hadiah Nobel. Anda akan terkenal karena menemukan panah waktu dalam hukum dasar fisika,” tutur Zee.
Profesor Zee sepertinya mau memberi penekanan bahwa ide dasar itu tak bisa disederhanakan. Dengan membalik waktu, medan magnetik membalik arah. Namun medan elektrik tidak demikian. Bila hukum fisika tak berubah di bawah pemutaran waktu, elektron tak mungkin berputar dalam sebuah medan listrik sebaik di medan magnet. Sejauh ini yang dibicarakan adalah elektron. Padahal, untuk kasus pembalikan waktu tak harus dikaitkan degan elektron. Bila demikian maka ada hal khusus yang harus dicatat. Yakni, kata Zee, sebuah partikel yang berputar pada medan listrik akan memiliki yang dinamakan momen sepasang muatan listrik (electric dipole moment). Jika setiap partikel memiliki saat sepasang listrik itu maka pembalikan waktu akan dipengaruhi oleh hukum dasar fisika.
Serangkaian eksperimen pernah dilakukan guna melihat apakah neutron memiliki saat sepasang muatan listrik itu. Pencarian gejala saat sepasang muatan listrik itu telah berjalan hampir 40 tahun. Kisah pencarian itu telah menggambarkan dengan baik perbedaan antara fisika teori dan eksperimen. Bagi teoretisi begitu mudah: sambil duduk-duduk mereka bisa membayangkan sebuah elektron berputar pada medan elektrik. Ini pekerjaan berat untuk kaum eksperimetalis, karena mereka harus mengobservasi semua gejala secara faktual. Profesor Zee mengakui, untuk eksperimen semacam itu secara teknis sulit.
Sebuah elektron tak bisa dimasukkan begitu saja ke medan listrik. Sebab medan listrik bakal mendorongnya keluar dari perkakas eksperimen. Hubungan antara teoretisi dan eksperimentalis memang sulit. Zee menggambarkan hubungan itu seperti berikut. Sekelompok orang tekun menghabiskan waktunya menggerayangi rumput kering untuk mencari sebatang jarum. Beberapa orang lain berdiri di pinggir lapangan dan dengan gaya mandor berteriak, ”Ayo, cari dengan lebih serius!” Jawab yang mencari, ”Kami tidak dapat menemukannya! Kami sudah mencari lebih dari 30 tahun! Kalaupun ada, panjangnya pasti lebih dari 10 pangkat minus 27 cm.” Sambil menggaruk kepala, yang dipingir lapangan berteriak: ”Hei, menurut perhitungan di sini jarum itu agak lebih kecil dari 10 pangkat minus 27 cm. Jangan menyerah!”
Percobaan yang sebenarnya baru bisa diwujudkan pada sebuah atom. Satu atom netral, tentu saja. Jika elektron memiliki satu saat sepasang muatan listrik, atom juga memilikinya. Apa yang membuat pemutaran balik waktu menjadi terasa misterius sebab selama ini hukum-hukum fisika belum mau menghargai soal pembalikan ruang. Setiap kali melihat cermin, orang melihat fenomena pembalikan ruang yang dikenal sebagai parity dalam fisika. Ahli fisika sering melupakan ini. Akhirnya Zee menegaskan pembalikan waktu, bagi para ahli teori fisika, disamakan dengan pembalikan dalam ruang. Dalam ruang simetri bisa terjadi sisi kiri dan kanan, atau antara bayangan di cermin dan benda aslinya.
Jadi dalam pembalikan waktu pun mestinya terkandung pengertian adanya kesebangunan antara masa lalu dan masa depan. Ingat saja kata Einstein bahwa ruang dan waktu berhubungan erat. Lalu mengapa orang bebas bergerak ke kiri atau ke kanan, namun tak dapat pindah ke masa lalu atau masa depan? Para fisikawan eksperimental sudah menyiapkan jawabannya: hukum fisika mengenal kiri dan kanan, tapi tak tidak mengenal masa lampau dan masa depan.
Tampaknya ada hal yang mesti diingatkan, hal yang sangat dijauhi oleh para ahli fisika. Yakni soal kesadaran manusia. Bukankah waktu adalah sebuah konsep dalam fisika yang tak mungkin kita bicarakan tanpa menariknya dalam kesadaran kita dalam tingkat tertentu? Jadi, adakah para eksperimentalis bisa membuat mesin waktu setelah berhasil menyingkapkan rahasia momen sepasang muatan listrik? Belum tentu, jawab Zee. Ia lalu berandai-andai. Misalkan di sebuah planet penduduknya tak mengenal air, tak mengenal kaca dan cermin. Tapi para ahli fisika di situ bisa membuktikan bahwa hukum-hukum dasar fisika berubah bila terjadi pembalikan ruang. Tak berarti lalu mereka bisa membuat cermin. Jadi? ”Maaf bila mengecewakan Anda, namun para fisikawan tetap belum bisa menghitung perbedaan antara masa lalu dan masa depan, dan karena itu mereka belum bisa mengirimmu mengarungi dimensi waktu,” kata Zee.