CEO Lippo Homes Ivan Budiono berbagi tips supaya konsumen dapat menjual properti mereka dengan harga tinggi. Syarat pertama adalah kejelian memilih pengembang.
Dia mengatakan kualitas pengembang dapat diibaratkan melihat rekam jejak produsen mobil. Jika layanan purna jual buruk, lebih baik pengembang itu dihindari.
Apalagi, kalau properti yang dia jual adalah apartemen. Sebab apartemen merupakan jenis properti yang harga jual kembalinya sangat bergantung kualitas pemeliharaan pengembang.
"Developernya harus dilihat, developernya itu siapa. Karena kita beli apartemen itu seperti membeli mobil, after sale servicenya itu gimana, bukan hanya beli, beli gampang, maintenancenya gimana," kata Ivan di di Lippo Kemang Village, Jakarta, Selasa (14/5).
Jika konsumen sukses memilih pengembang yang mumpuni, keuntungan dipastikan tinggi. Karena kecil kemungkinan harga properti terlalu anjlok di Indonesia. Pasalnya, di negara ini permintaan hunian, baik apartemen maupun rumah tinggal biasa, masih sangat tinggi.
Karenanya, Ivan yakin bisnis properti di Indonesia tidak akan kepanasan alias bubble seperti dialami Amerika Serikat pada krisis keuangan 2008 lalu.
"Kata-kata bubble itu kan kaya model Amerika ya subprime mortgage, harga properti jatuhnya 40-50 persen. Feeling saya (properti Indonesia) enggak. Kalau Amerika itu dibikin semu (kebutuhannya), kalau disini memang kebutuhannya ada. Di Amerika itu di-create, kalau di Indonesia itu enggak. Yang beli tunai juga banyak," paparnya.
Menurut Ivan, masih sehatnya bisnis properti terlihat dari cara konsumen di Indonesia memilih membeli hunian melalui mekanisme kredit. Hal itu bukan indikasi buruk, sebab masyarakat memilih kredit karena pilihan keringanan pembayaran per bulan.
"Mereka financing begini, bukan berarti mereka gak punya tabungan. Mereka juga punya uang, tapi enggak mau semuanya dicemplungin ke sini, mereka nyicil lah. Mereka nabung. Jadi bubble sih enggak ya," tutur Ivan.
Lippo Homes memprediksi pertumbuhan properti di tahun 2013 masih akan naik sekitar 10 persen hingga 15 persen. Kenaikan tersebut dipicu oleh kebutuhan hunian dari masyarakat Indonesia yang memang masih tinggi.