Katia dan Maurice Krafft (foto: wikimedia)
Saat gunung berapi meletus, jangan coba-coba untuk mendekatinya. Bisa jadi, kita yang akan terkena abu vulkanik atau lava dari gunung berapi tersebut. Dan jika itu yang terjadi, akibatnya bisa fatal. Sebab, nyawalah yang menjadi taruhannya.
Buku yang ditulis Katia Krafft (foto : www.uhh.hawaii.edu)
Itulah yang dialami Katia (lahir 17 April 1942) dan Maurice Krafft (25 Maret 1946). Pasangan suami istri ini bisa disebut sebagai pasangan yang ‘gila’ dengan letusan gunung berapi. Di mana mereka mendengar akan ada letusan gunung berapi, maka keduanya akan segera mendekatinya dan bahkan mengabadikannya. Satu, dua, tiga, bahkan puluhan kali, keduanya bisa selamat dari abu vulkanik. Namun, istilahnya, sepandai-pandainya tupai melompat, suatu saat akan jatuh juga.
Pada 3 Juni 1991, pasangan suami istri ini mencoba mengabadikan letusan gunung berapi Gunung Unzen, Jepang. Mereka awalnya bermaksud membuat sebuah film dokumenter di lokasi tersebut. Namun di saat itu pula, Gunung Unzen meletus dan akhirnya mengenai keduanya serta 41 orang lainnya, termasuk sejumlah wartawan. Keduanya pun tewas bersama yang lainnya.
Maurice Krafft (www.europeimages.com)
Maurice memang dikenal sebagai penikmat dan suka dengan tantangan. Maurice menyatakan, ia tak pernah takut akan letusan gunung berapi. "Saya tidak pernah takut (dengan letusan gunug berapi), karena saya telah melihat letusan itu begitu banyak selama 23 tahun. Bahkan jika saya mati besok, saya tidak peduli,” ujarnya ketika itu.
Dari mereka ini pula, banyak orang di seluruh dunia ini bisa menyaksikan rekaman atau foto-foto letusan gunung berapi tersebut.
Katia dan Maurice Krafft bertemu pertama kali bertemu di Universitas Strasbourg. Keduanya memiliki hobi yang sama, memotret. Berbagai obyek sudah mereka abadikan. Maka, ketika tercetus ide untuk mencari sebuah obyek yang penuh tantangan, maka muncullah gagasan untuk mengabadikan letusan gunung berapi. Sebab, memang tidak semua orang berani melakukannya.
Setelah keduanya sepakat, maka mereka mengumpulkan uang sedikit demi sedikit dan menabung. Dari uang tabungan inilah kemudian mereka melakukan perjalanan sekaligus mengabadikan letusan gunung berapi. Bahkan, hasil bidikan mereka, baik melalui kamera video maupun foto, mereka tunjukkan kepada sejumlah orang, termasuk Presiden Filipina di tahun 1991, Cory Aquino. Banyak orang yang terkagum-kagum. Dan dari foto itu pula, pemerintah setempat bisa melakukan evakuasi yang terbaik bagi warganya.
Erupsi Heimaey di Islandia tahun 1973. (foto : www.sciencephoto.com)
Dari hasil memotret dan memfilmkan letusan gunung itu, keduanya sudah banyak menerbit buku. Kebanyakan bukunya tentang aktivitas gunung berapi. Mereka juga menulis tentang panduan bagi fotografer profesional maupun amatir dalam mengambil obyek yang tepat dan bagaimana berlindung saat letusan terjadi.
Kini, keduanya sudah pergi. Hanya kenangan dramatis sekaligus mengagumkan yang mengingatkan kita pada keduanya. Selamat jalan Katia dan Maurice. Caramu memberikan pelajaran bagi kami.