"Mata bibit siklon ini saat ini sudah mendarat di benua Australia dan tak mungkin lagi berputar, apalagi membesar," kata Edvin di sela Seminar Masyarakat Hidrologi Indonesia bertajuk Adaptasi Perubahan Iklim dan Bencana terhadap Ketahanan Pangan.
Ia menepis adanya berita yang tersebar di berbagai pesan singkat melalui telpon seluler tentang puncak terjadinya angin puting beliung pada Selasa 20 Maret 2012 dimana kecepatan angin sudah mencapai 40 km/jam dan akan bertambah hingga 70 km/jam.
"Ini baru bibit badai, jadi belum ada namanya. Ini juga bukan siklon LUA, ini lain lagi. Bibit itupun baru muncul dan sekarang sudah mendarat lagi dan meluruh, pengaruh ekornya cuma tinggal 3-4 hari saja, tidak ada masalah, tidak perlu khawatir," kata Edvin.
Ia juga mengingatkan, bahwa pada periode November hingga April memang saatnya bibit-bibit siklon bermunculan di selatan Indonesia atau utara Australia, namun pengaruhnya di Indonesia selalu hanya berupa angin kencang sebagai dampak ekor siklon yang lewat.
Sementara itu, pakar meteorologi lainnya dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Dr Tri Handoko Seto mengatakan, angin kencang selama beberapa hari ini selain dipengaruhi bibit siklon juga dipengaruhi lewatnya MJO (Madden-Julian Oscillation).
MJO atau supercloud cluster atau gugus awan super yang perputarannya mengelilingi bumi dalam periode 45 harian, menurut dia, sedang bergerak ke arah timur melalui wilayah nusantara.
"MJO fase basah ini selalu disusul oleh hempasan angin barat di belakangnya. Ini akibat gaya angkat awan super ini menarik semua massa udara di level bawah. Itulah yang menyebabkan banyak angin kencang di masa ini," katanya.
Lewatnya supercloud ini adalah tanda bahwa puncak musim hujan sudah melewati wilayah setempat dan akan digantikan dengan MJO fase kering.