Jangan Anggap Cewek Seperti Sepeda Motor

Bagi Bandi, 39, wanita agaknya dianggap seperti sepeda motor saja. Meski belum punya SIM dan tak ada surat-suratnya, boleh saja “dikendarai” asal tidak di jalan raya. Tapi ketika Bandi memperlakukan Rini, 29, seperti itu, penduduk pun tak rela. Hampir saja dia digebuki warga karena kumpul kebo dengan Jumilah sampai punya momongan.

Yang namanya sepeda motor, meski belum ada plat nomer dan surat-suratnya, boleh saja dikendarai oleh orang yang tidak punya SIM, asal itu hanya di dalam kompleks saja. Tapi di era gombalisasi, rupanya semakin banyak saja lelaki yang menganggap wanita bak sepeda motor. Meski biaya nikah hanya Rp 30.000,- dia nekad mengendarai “sepeda motor” pakai rok itu meski belum punya surat nikah. Padahal jika “kendaraan” itu sampai hamil dan lahir, statusnya menjadi anak haram.


Bandi warga Dusun Sambeng, Desa Hargorejo, Kokap, Kabupaten Kulon Progo (DIY), rupanya termsuk lelaki yang berpandangan seperti itu. Sejak 2 tahun lalu Rini dikencani tanpa nikah, alias kumpul kebo. Padahal dari hasil “sundang-sundangan” saben malam tersebut, kini telah lahir seorang anak. Pamong desa yang pernah menegurnya, tentu saja merasa disepelekan.

Awalnya Rini dan Bandi adalah manusia-manusia biasa, artinya sama-sama punya keluarga; ada istri/suami dan ada juga anak. Tapi begitu kenal dengan Rini, mulailah kelakuan bejadnya muncul. Pengin wanita yang masih punya suami ini jadi pelabuhan nafsu dan cintanya. Tapi karena namanya sekedar coba-coba, ya jangan dianggap seriuslah. Ibarat nawar kacang di tontonan wayang, meski tak jadi beli asal sekedar mencicipi 1-2 biji kacang, boleh kan?

Dengan istrinya terdahulu sebenarnya Bandi sudah punya 3 anak. Cuma disayangkan, mereka mati semua di kala masih kecil-kecil. Celakanya, dia bukan terus produksi anak, malah menganggap bahwa istrinya itu wanita sial, sehingga perlu dievaluasi. Bandi berpikir, siapa tahu dengan istri yang lain, anak-anak yang dilahirkan kelak akan slamet sega liwet sampai menjadi dewasa.

Makin celaka lagi, ketika mencari perempuan alternatif, pilihan Bandi justru pada Rini yang sudah punya suami. Ini kan sama saja melanggar prinsip pegadaian negri: mengatasi masalah tanpa masalah. Buktinya, ketika dia memacari Rini, suaminya langsung frustrasi, dan ditinggalkanlah istrinya untuk cari kerja di Sumantrah (Sumatera) sana. “Kono diterus-teruske le ngedan (silakan dilanjutkan main gilanya),” begitu kata suami Rini saat pergi.

Ee, ditinggal minggat suami, Rini malah merasa keasyikan, sehingga Bandi dipersilakan tinggal di rumahnya dan menjadi praktisi kumpul kebo. Sebab meski tak ada ikatan nikah sama sekali, Rini rela saja disetubuhi Bandi kapan saja dan di mana saja, mengacu prinsip Coca Cola. Pak Lurah pernah memanggil Bandi – Rini, waktu itu keduanya berjanji bahwa akan segera menikah secepatnya.

Ternyata Bandi – Rini itu hanya nggah nggih ra kepanggih (baca: hanya wacana). Padahal dari akibat kumpul kebo ini sampai lagi bayi sejak 6 bulan lalu. Tahu bahwa seruan dan imbauan Pak Kades tidak digubris, warga pun berencana “mengeksekusi” Bandi – Rini ala oknum Kopassus, ngkali. Untung sebelum warga bertindak, Pak Kades lebih gesit daripada Kapolda DIY. Buruan pasangan kumpul kebo itu diselamatkan Pak Kades dan ditanting (ditantang). “Kamu harus menikah segera. Kalau tidak, jika kamu digebuki warga, saya tidak tanggung jawab,” ancam Pak Kades. Nah, baru kali ini Bandi – Rini siap melaksanakan. Tapi bagaimana proses perceraiannya?

Udah, sementara dimadu saja ala Eyang Subur!
pasang iklan banner
 
InnOnet © Copyright 2011-2018 Notifikasiku. All Rights Reserved.