Dia mengatakan, mengutip dari data Internasional Labour Organisation (ILO) upah buruh di Indonesia rata-rata sebesar 171 dollar AS atau sebesar Rp 2.337.570 (kurs Rp 13.670). Angka ini lebih rendah dari Vietnam dengan rata-rata upah sebesar 187 dollar AS atau setara dengan Rp 2.556.290.
Selain dengan Vietnam, lanjut Said, upah buruh di Indonesia juga jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan Malaysia, Thailand dan Filipina.
Di tiga negara tersebut rata-rata upah buruh berada di kisaran 390 dollar AS atau Rp 5.331.300. "Apalagi dengan Singapura, di sana rata-rata 3.957 dollar AS (Rp 54.032.835)," ujarnya.
Adapun, lanjut dia, jika menggunakan tolak ukur upah minimum di beberapa kota besar di ASEAN, Indonesia pun masih tergolong rendah.
Mengutip data dari Regional Wage council, pada 2015 di Jakarta upah minimun pekerja sebesar Rp 2,7 juta, lebih kecil dari yang berada di Bangkok dengan angka Rp 3,4 juta, Kuala Lumpur Rp 3,4 juta dan Manila Rp 3,6 juta.
"Kalau ada yang mengatakan upah buruh di Indonesia tinggi, apa ukurannya?" ujar dia kepada Kompas.com di Jakarta, Jumat (5/2/2016).
Terkait dengan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), Ikbal mengatakan data di atas menunjukan bahwa masih ada ruang untuk menaikan upah buruh di Indonesia.
"Upah buruh kita masih kompetitif, yang bilang tidak kompetitif kata siapa?" ucapnya.
Seperti yang diberitakan, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), meminta pemerintah segera mencabut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 tahun 2015 tentang pengupahan. PP No 78 itu ditengarai sebagai penyebab rendahnya upah buruh di Indonesia.
KSPI menuntut pemerintah untuk menaikan upah menjadi 84 kebutuhan hidup layak (KHL) dari 60 KHL.
Terbongkarnya Pembodohan Publik
Membaca pernyataan ketua KSPI (Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia) di kompas.com sungguh membuat pagi saya kurang asik. Pasalnya data-data dan komentar Said Iqbal ini sangat bodoh dan absurd. Sekali lagi saya ulangi, bodoh dan absurd. Tolong dicatat, saya mengatakan ini dengan sangat serius.
Saya menetap di Malaysia sejak 2010 dan sampai sekarang masih mengikuti hampir semua perkembangan di negara tersebut, meskipun sejak 2014 sudah jarang melihat negaranya upin ipin ini. Jadi kalau ada berita tentang Malaysia, memori otak saya otomatis merespon: bener nggak nih?
Pernyataan Said Iqbal di Kompas.com sangat menyesatkan dan membentuk pemodohan publik. Harusnya dia menjadi KPBI (Ketua Provokator Buruh Indonesia). Dia mencampur aduk upah minimum dan upah rata-rata. Lebih bodoh lagi memasukkan Singapore sebagai perbandingan. Padahal kita tau Singapore tidak memiliki sistem upah minimum.
Said Iqbal menyatakan bahwa rata-rata upah buruh di tiga negara: Thailand, Malaysia dan Filipina sebesar USD 390 atau setara Rp 5.331.300.
Yang pertama harus dipahami adalah Indonesia terdiri dari banyak kota. Upah minimum tiap kota pun berbeda-beda. Tak perlu membandingkanya dengan negara lain, bandingkan saja Jakarta dengan Madura atau daerah lainnya, bedanya sangat-sangat jauh sekali. Jadi kalau rata-rata upah buruh di Indonesia kecil, ya wajar. Tentu saja kita tidak bisa menyamakan upah buruh Jakarta dan Madura. Kalau ada yang menutut ini, saya pikir orang tersebut harus dicek kesehatannya di rumah sakit jiwa.
Okelah UMP Jakarta Rp 2.700.000, tapi NTB hanya Rp 1.330.000, Lampung Rp 1.581.000, Sulawesi Tengah Rp 1.500.000, Maluku Utara Rp 1.577.000 dan masih banyak lagi. Ada 33 UMP berbeda di Indonesia. Bandingkan dengan Malaysia yang hanya punya 2 UMP: Peninsular (RM 900) and East Malaysia (RM 800). Sampai di sini kita mau bicara rata-rata? Bicara saja sama orang gila!
Apalagi mau membandingkan rata-rata upah buruh Indonesia dengan Singapore yang luasnya tak lebih besar dari pulau Madura dan tak memiliki upah minimum? Kapan-kapan Said Iqbal harus jalan-jalan ke Singapore, supaya dia melihat apa pekerjaan orang sana. Apa ada buruh pabrik sepatu? Kain? Dan sebagainya. Apa waras kalau kemudian membandingkan rata-rata upah pekerja di Singapore yang lebih maju dari Jakarta dengan Indonesia yang memiliki 33 UMR berbeda.
Lagipula biaya hidup di Singapore sangat tinggi. Kalau anda biasa makan nasi padang Rp 10.000 – 15.000, di Singapore harganya sudah SGD 10 – 15. Dengan rate Rp 9.600/SGD 1.
Data Said Iqbal tentang upah minimum di Kuala Lumpur sebesar 3.4 juta juga entah dari mana asalnya. Padahal beberapa waktu lalu PM Najib Razak baru saja mengumumkan rencana UMP dalam presentasi budget 2016. Peninsular menjadi RM 1.000 dari sebelumnya RM 900 dan East Malaysia menjadi RM 920 dari sebelumnya RM 800. Rate rupiah adalah Rp 3,200/1 RM. Atau RM 900= Rp 2.880.000. Sementara UMP Malaysia baru ini akan aktif mulai 1 July 2016. UMP Jakarta juga naik menjadi Rp 3.100.000 pada 2016 ini.
Jadi kalau Said Iqbal mempertanyakan pihak yang mengatakan bahwa upah buruh Indonesia sudah tergolong tinggi, saya juga serius mempertanyakan Said Iqbal ini waras apa tidak?
Untuk lebih jelasnya, berikut ini perbandingan upah minimum di kawasan Asia tahun 2015. Lengkap dengan perbandingan dalam nilai US Dollar.
Pada kesempatan yang baik ini saya juga ingin mempertanyakan isu beredar bahwa KSPI memungut 1% dari gaji anggotanya (buruh). Apakah benar?
Jika benar, betapa sejahteranya menjadi ketua KSPI. 1% dari Rp 3.100.000 adalah Rp 31.000. Dengan total anggota KSPI sekitar 250 ribu buruh, maka perbulannya KSPI menerima ‘pajak preman’ sebesar Rp 7.750.000.000 atau Rp 7.75 Miliar perbulan.
Jika benar, maka saya memaklumi kalau Said Iqbal selalu memprovokasi dan membodoh-bodohi buruh secara khusus dan rakyat Indonesia pada umumnya. Karena setiap kenaikan buruh berarti kenaikan gaji Said Iqbal dan preman-premannya.
Saya sangat berharap isu beredar ini tidak benar dan Said Iqbal sudi mengklarifikasi. Tapi jika benar, saya ingin mengajak Said Iqbal minum kopi, insyaAllah saya mampu kalau cuma nraktir kopi termahal di Indonesia.
Begitu kira-kira.
Membaca pernyataan ketua KSPI (Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia) di kompas.com sungguh membuat pagi saya kurang asik. Pasalnya data-data dan komentar Said Iqbal ini sangat bodoh dan absurd. Sekali lagi saya ulangi, bodoh dan absurd. Tolong dicatat, saya mengatakan ini dengan sangat serius.
Saya menetap di Malaysia sejak 2010 dan sampai sekarang masih mengikuti hampir semua perkembangan di negara tersebut, meskipun sejak 2014 sudah jarang melihat negaranya upin ipin ini. Jadi kalau ada berita tentang Malaysia, memori otak saya otomatis merespon: bener nggak nih?
Pernyataan Said Iqbal di Kompas.com sangat menyesatkan dan membentuk pemodohan publik. Harusnya dia menjadi KPBI (Ketua Provokator Buruh Indonesia). Dia mencampur aduk upah minimum dan upah rata-rata. Lebih bodoh lagi memasukkan Singapore sebagai perbandingan. Padahal kita tau Singapore tidak memiliki sistem upah minimum.
Said Iqbal menyatakan bahwa rata-rata upah buruh di tiga negara: Thailand, Malaysia dan Filipina sebesar USD 390 atau setara Rp 5.331.300.
Yang pertama harus dipahami adalah Indonesia terdiri dari banyak kota. Upah minimum tiap kota pun berbeda-beda. Tak perlu membandingkanya dengan negara lain, bandingkan saja Jakarta dengan Madura atau daerah lainnya, bedanya sangat-sangat jauh sekali. Jadi kalau rata-rata upah buruh di Indonesia kecil, ya wajar. Tentu saja kita tidak bisa menyamakan upah buruh Jakarta dan Madura. Kalau ada yang menutut ini, saya pikir orang tersebut harus dicek kesehatannya di rumah sakit jiwa.
Okelah UMP Jakarta Rp 2.700.000, tapi NTB hanya Rp 1.330.000, Lampung Rp 1.581.000, Sulawesi Tengah Rp 1.500.000, Maluku Utara Rp 1.577.000 dan masih banyak lagi. Ada 33 UMP berbeda di Indonesia. Bandingkan dengan Malaysia yang hanya punya 2 UMP: Peninsular (RM 900) and East Malaysia (RM 800). Sampai di sini kita mau bicara rata-rata? Bicara saja sama orang gila!
Apalagi mau membandingkan rata-rata upah buruh Indonesia dengan Singapore yang luasnya tak lebih besar dari pulau Madura dan tak memiliki upah minimum? Kapan-kapan Said Iqbal harus jalan-jalan ke Singapore, supaya dia melihat apa pekerjaan orang sana. Apa ada buruh pabrik sepatu? Kain? Dan sebagainya. Apa waras kalau kemudian membandingkan rata-rata upah pekerja di Singapore yang lebih maju dari Jakarta dengan Indonesia yang memiliki 33 UMR berbeda.
Lagipula biaya hidup di Singapore sangat tinggi. Kalau anda biasa makan nasi padang Rp 10.000 – 15.000, di Singapore harganya sudah SGD 10 – 15. Dengan rate Rp 9.600/SGD 1.
Data Said Iqbal tentang upah minimum di Kuala Lumpur sebesar 3.4 juta juga entah dari mana asalnya. Padahal beberapa waktu lalu PM Najib Razak baru saja mengumumkan rencana UMP dalam presentasi budget 2016. Peninsular menjadi RM 1.000 dari sebelumnya RM 900 dan East Malaysia menjadi RM 920 dari sebelumnya RM 800. Rate rupiah adalah Rp 3,200/1 RM. Atau RM 900= Rp 2.880.000. Sementara UMP Malaysia baru ini akan aktif mulai 1 July 2016. UMP Jakarta juga naik menjadi Rp 3.100.000 pada 2016 ini.
Jadi kalau Said Iqbal mempertanyakan pihak yang mengatakan bahwa upah buruh Indonesia sudah tergolong tinggi, saya juga serius mempertanyakan Said Iqbal ini waras apa tidak?
Untuk lebih jelasnya, berikut ini perbandingan upah minimum di kawasan Asia tahun 2015. Lengkap dengan perbandingan dalam nilai US Dollar.
Pada kesempatan yang baik ini saya juga ingin mempertanyakan isu beredar bahwa KSPI memungut 1% dari gaji anggotanya (buruh). Apakah benar?
Jika benar, betapa sejahteranya menjadi ketua KSPI. 1% dari Rp 3.100.000 adalah Rp 31.000. Dengan total anggota KSPI sekitar 250 ribu buruh, maka perbulannya KSPI menerima ‘pajak preman’ sebesar Rp 7.750.000.000 atau Rp 7.75 Miliar perbulan.
Jika benar, maka saya memaklumi kalau Said Iqbal selalu memprovokasi dan membodoh-bodohi buruh secara khusus dan rakyat Indonesia pada umumnya. Karena setiap kenaikan buruh berarti kenaikan gaji Said Iqbal dan preman-premannya.
Saya sangat berharap isu beredar ini tidak benar dan Said Iqbal sudi mengklarifikasi. Tapi jika benar, saya ingin mengajak Said Iqbal minum kopi, insyaAllah saya mampu kalau cuma nraktir kopi termahal di Indonesia.
Begitu kira-kira.