Kisah sejoli yang dipertemukan lewat taaruf, berakhir ke pelaminan


Sejatinya sejak manusia lahir ke dunia dia sudah memiliki jodoh dari Allah. Namun, meski sudah digariskan Sang Pencipta, manusia tetap harus berusaha mencari pasangan yang melengkapi hidupnya.

Pada proses pencarian jodoh tersebut, Islam memiliki metode taaruf yang berarti perkenalan. Taaruf biasa digunakan kaum dewasa untuk melakukan sebuah perkenalan sebagai langkah awal untuk mendapatkan pasangan hidup.

Metode taaruf tidak jauh berbeda dengan pendekatan yang biasa dilakukan pada proses perkenalan alias pedekate. Masa taaruf dilakukan oleh dua muslim yang belum kenal sebelumnya dan berlawanan jenis untuk saling menjajaki satu sama lain sehingga mereka bisa kenal lebih dekat dari sebelumnya.

Hal yang membedakan taaruf dengan pedekate pada umumnya adalah orang yang melakukan taaruf akan dibantu seorang mediator atau harus didampingi dengan wali keluarga, dan pada prosesnya ketika salah satunya merasa tidak nyaman, maka masa perkenalan itu boleh dihentikan. Di Indonesia sendiri, tidak sedikit masyarakat muslim yang melakukan taaruf untuk mendapatkan pendamping hidup yang memang sesuai pilihannya.

"Sebenarnya pilihan saya Taaruf itu salah satunya karena basic keluarga juga. Tapi lebih dari itu, selama 20 tahun (sebelum menikah) saya hidup sangat sadar bahwa kebanyakan orang yang kita kenal luarnya saja dan akan beda jauh ketika di dalam rumah tangga," kata Ira (bukan nama sebenarnya) yang memilih metode taaruf ketika mencari teman hidup. Hal itu disampaikan Ira saat berbincang dengan merdeka.com, beberapa waktu lalu.

Ira sadar meski taaruf sangat dibenarkan oleh Islam, tapi tetap saja ada kendala yang dihadapi. Apalagi karena keduanya tidak mengenal sama sekali seperti apa wajah atau karakter orang tersebut.

"Sebenarnya kacamata orang awam, metode ini sama dengan beli kucing dalam karung. Sebab banyak yang harus diperhatikan, dipertimbangkan, diinvestigasi seperti apa orang yang akan
diperkenalkan. Tapi saya serahkan ke Allah saya minta yang terbaik. Toh mengenal di luar tidak menjamin, malah muncul penilaian dengan kecenderungan yang membutakan mata. Misal tidak bisa melihat pasangan kita secara netral," jelas Ira yang kini telah jadi ibu.

Selain karena ingin melihat karakter pasangan lebih netral, alasan lain Ira memilih taaruf karena saat usianya 20 tahun, dia berniat ingin menikah di umur 22 tahun. Kemudian secara tidak sengaja pula, proses taaruf itu mulai dilakukannya di umur 21 tahun.

"Dalam doa saya waktu umur 20 itu, umur 22 saya siap nikah, dan doa saat itu Alhamdulillah, terkabul," kenangnya.

Ira pun membagi sedikit kisahnya bersama sang suami saat memilih metode taaruf untuk mencari pasangan hidup. Saat memulai proses itu, kata Ira, satu yang selalu dia camkan di benaknya bahwa dia hanya berusaha dan menyerahkan jodoh hidupnya pada Allah semata.

"Saat umur 21 tahun, saya punya kenalan yang rupanya satu organisasi di SMA dengan saya. Nah saat itu tiba-tiba dia SMS saya yang isinya lebih kurang begini 'Assalamualaikum wr wb Ira, berdasarkan hasil diskusi antara ustaz dan guru ngaji saya ada yang perlu saya tanyakan, apakah sedang dalam masa pinangan atau sudah dikhitbah orang lain', nah saat itu saya tidak langsung jawab," cerita Ira.

Mendapatkan pesan demikian, Ira langsung berkonsultasi dengan guru ngajinya apa maksud pertanyaan dalam pesan singkat itu. Tak lama kemudian, si pria itu kembali mengirim pesan dan mengajak ira ber-taaruf.

"Nah, karena sebelumnya saya tidak kenal secara personal dengan dia, saya memilih seorang mediator yang kebetulan teman saya sendiri yang sudah menikah. Mediator inilah yang alat komunikasi kita sampai masa khitbah," tambahnya.

"Akhir Januari 2011 kita via mediator saling bertukar curriculum vitae (CV). Mirip kaya CV ngelamar kerja, ada foto, biodata, data keluarga, karakter sifat masing-masing ingin seperti apa kriteria pasangan, dan bagaimana konsep pernikahan yang diinginkan. Setelah mediator memberikan CV kita, lalu kita diberi waktu berpikir ulang sampai waktu yang tidak ditentukan," jelasnya.

Keduanya berhak menolak dan tidak melanjutkan masa perkenalan ini. Saat itu, Ira benar-benar berkonsultasi pada banyak orang soal pria yang mengajaknya taaruf.

"Dan setelah saya konsultasi ke keluarga, teman-teman dia, lalu saya salat istikharah, akhirnya saya memutuskan lanjut ke tahap berikutnya yaitu nazhar," kata Ira.