Polisi berhasil mengungkap kasus pembunuhan terhadap Holly Angela (37) di Apartemen Kalibata City. Polisi menduga ada lima orang eksekutor Holly. Abdul Latief ditangkap di rumahnya di Perumahan Griya Laras Asri, Blok B1, No 7, Desa Tonjong, Bojong Gede, depok, Senin (7/10) pukul 04.00 WIB. Sedangkan Surya Hakim ditangkap di Karawang, Jawa Barat, Rabu (9/10) dini hari.
Untuk pelaku El Riski Yudistira sudah tewas setelah mencoba melarikan diri usai menghabisi nyawa Holly bersama pelaku R di kamar Holly. Pelaku R dan PG masuk dalam daftar pencarian orang Polda Metro Jaya. Peran pelaku PG ialah merekrut 3 pelaku lainnya yakni R, Abdul Latif dan El Riski Yudistira.
Kelima orang pembunuh bayaran ini mendapat upah Rp 250 juta. Sebanyak Rp 50 juta digunakan untuk operasional.
Kasus ini menguak rentetan pembunuh bayaran yang berhasil diungkap polisi. Tarif para pembunuh bayaran dalam berbagai kasus ini bervariasi. Beberapa pelaku pembunuhan kebanyakan sudah kenal otak di balik aksi pembunuhan.
Berikut ini tarif para pembunuh bayaran yang berhasil diungkap seperti dirangkum merdeka.com, Kamis (17/10):
1. Suud Rusli dibayar 4 juta
Kasus pembunuhan terhadap Dirut PT Asaba Boedyharto Angsono menggegerkan Jakarta pada awal tahun 2000-an. Pembunuhan ini ternyata didalangi oleh Gunawan Santosa, mantan menantu Boedyharto.
Gunawan Santosa memerintahkan para pembunuh bayaran untuk menghabisi Boedyharto Angsono. Mereka adalah para prajurit Angkatan Laut. Orang suruhan Gunawan itu dibayar Rp 4 juta. Angka ini kecil karena antara Gunawan dengan pelaku sudah mengenal sangat lama. Dalam kurun waktu itu Gunawan sering memberikan bantuan kepada mereka.
Pelaku pembunuhan Syam Ahmad Sanusi dan Kopda Suud Rusli dijatuhi hukuman mati pada 4 Februari 2005. Mereka juga dipecat sebagai anggota TNI. Adapun Gunawan, divonis mati lebih dulu pada 24 Juni 2004.
2. Rp 4 Juta di Lumajang
Seorang wanita bernama Nami (40) menyewa pembunuh bayaran untuk membunuh suaminya Samuri (45) di Lumajang, Jawa Timur 2010 lalu. Wanita itu ingin menghabisi suaminya karena merasa sering disakiti.
Kepada aparat kepolisian, Nami mengaku menyewa S untuk menghabisi Samuri. Nami mengenal S melalui Tori, warga tetangga desanya.
Samuri dihabisi dengan cara dipukul berkali-kali menggunakan sebilah balok di bagian kepala hingga tewas. S dibayar Rp 4 juta untuk aksi biadabnya itu.
3. Rp 100 juta dan Rp 50 juta
Hakim agung Syafiuddin Kartasasmita tewas ditembak pada 26 Juli 2001. Syafiuddin ditembak mati ketika menuju kantor oleh empat orang yang mengendarai dua Yamaha RX King.
Peristiwa penembakan itu, melibatkan nama pengusaha besar Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto. Tommy sempat divonis 15 tahun penjara, untuk kasus pembunuhan Syafiuddin.
Salah satu bukti kuat yang menjerat Tommy dalam kasus Syafifuddin antara lain keterangan Mulawarman dan Noval Hadad sebagai pelaku utama penembakan. Keduanya berhasil ditangkap pada 7 Agustus 2001.
Mulawarman mengakui telah menerima order dari Dodi untuk melakukan pembunuhan Syafiuddin Kartasasmita. Mulawarman menerima imbalan Rp 100 juta langsung dari tangan Tommy. Kemudian, Rp 50 juta di antaranya diberikan kepada Noval Hadad.
Sedangkan senjata yang digunakan untuk mengeksekusi Syaifuddin, yaitu pistol Baretta FN Kaliber 9 mm diserahkan oleh Tommy kepada Mulawarman.
4. 500 juta kepada Williardi
Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen ditembak pada Maret 2009 hingga tewas. Nama-nama yang diduga terlibat dalam kasus pembunuhan ini adalah Antasari Azhar (saat itu menjabat sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi), Komisaris Besar Polisi Wiliardi Wizard (saat itu menjabat sebagai Kapolres Jakarta Selatan), Sigid Haryo Wibisono (pengusaha).
Nama-nama eksekutor yang disewa adalah Eduardus Ndopo Mbete alias Edo, Hendrikus Kia Walen, Daniel Daen Sabon, dan Heri Santosa. Mereka disewa Williardi melalui Jerry Hermawan Lo. Untuk tugas ini Williardi menerima Rp 500 juta untuk biaya operasional.
5. Rp 250 juta untuk eksekutor Holly
Para eksekutor mengaku dibayar Rp 250 juta untuk membunuh Holly Angela (37) di apartemen Kalibata City. Uang Rp 200 juta dibagi rata untuk berlima, sementara Rp 50 juta untuk operasional selama menguntit hingga akhirnya membunuh wanita berparas manis itu.
"Uang Rp 50 juta juga digunakan untuk menyewa apartemen di lantai 6 Kalibata City, beli kopi, beli tali tambang, keresek sampah," kata Direskrimun Polda Metro Jaya Kombes Slamet Riyanto, Rabu (16/10).
Salah satu eksekutor, El Riski Yudistira tewas setelah mencoba melarikan diri usai membunuh Holly. Kepada teman-temannya, Riski mengaku berniat memberikan uang itu pada keluarganya di Lampung. "Karena Riski tewas, uang miliknya dipegang tersangka R yang kini masih buron," kata Kombes Slamet.