Fakta VS Mitos Seputar Mie Instan


Mitos : Metode dua air terpisah adalah cara
terbaik memasak mie instan.
Fakta : Justru, air rebusan mie pertama
mengandung kandungan betakaroten yang
tinggi.


Semua vitamin (dari mie) yang larut dalam air
terdapat dalam air rebusan pertama ketika
memasak mie. Apabila air rebusan tadi diganti
dengan air matang baru, semua vitaminnya
hilang.
Selain itu, minyaklah yang membuat mie (atau
makanan lain) lebih enak. Jadi, air rebusan
pertama tidak perlu dibuang. Dan kandungan
betakaroten juga tocoferol dalam minyak, sangat
berguna memenuhi kebutuhan gizi.


Mitos : Mie instan mengandung lilin (wax).
Oleh karena itu, ketika dimasak airnya
menguning.
Fakta : Salah. Mie instan tidak mengandung
lilin.


Lilin adalah senyawa inert untuk melindungi
makanan agar tidak basah dan cepat
membusuk. Lilin sebenarnya ada pada makanan
alami seperti apel atau kubis. Kubis jika dicuci
dengan air, tidak langsung basah. Atau apel
yang jika digosok akan mengilap. Itulah lilin,
yang memang diciptakan alam.
Sementara mie instan, yang merupakan produk
mie kering, sama sekali tidak membutuhkan lilin.
Air menguning ketika memasak mie instan,
sebenarnya didapat dari proses deep frying yang
berkadar minyak tinggi.
Proses deep frying dilakukan agar kadar air bisa
ditekan sampai titik terendah, sehingga mie
instan lebih awet. Kadar minyak ini pasti tersisa
pada mie dan menyebabkan mie instan
mengilap, dan air rebusan jadi menguning dan
berminyak.
Dengan minyak ini, zat-zat tidak berguna yang
terdapat dalam mie dipisahkan, sehingga yang
tersisa adalah zat-zat yang memang diperlukan
oleh tubuh.


Mitos : Satu bungkus mie instan adalah
buruk bagi kesehatan karena kandungan
natrium (sodium) yang tinggi.
Fakta : Untuk setiap bungkus mie instan, rata-
rata kandungan sodium hanya antara
1.000-1.500 miligram.
Hanya 40-60% dari standar yang
direkomendasikan.


Sesuai dengan Departemen
Kesehatan, asupan natrium memungkinkan kita
per hari tidak boleh lebih dari 2.400 miligram.
Mie instan tidak berbahaya. Namun, harus
dikonsumsi dalam jumlah sedang, tidak
berlebihan dan perlu dilengkapi dengan berbagai
makanan seperti sayuran, protein dan buah-
buahan agar diet seimbang.


Mitos : Biasanya, kita memasak mie instan
dengan merebus mie ke dalam panci lalu
memasukkan bumbu dan membiarkannya
masak selama 3 menit. Dengan melakukan
ini, ketika kita benar-benar merebus
bumbu yang mengandung MSG, hal ini
akan mengubah struktur molekul MSG dan
menyebabkan menjadi racun.
Fakta : Tidak benar.
Monosodium glutamat, atau MSG, adalah
penguat rasa, diklasifikasikan oleh FDA (Food and
Drug Administration) dan umumnya diakui
sebagai bahan tambahan pangan yang
aman. Demikian juga, Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) telah memilih untuk tidak
menetapkan batas pada Acceptable Daily Intake
(ADI) untuk MSG, dan mengelompokkannya
sebagai kategori "tidak ditentukan", yaitu
kategori paling aman untuk bahan tambahan
makanan.


Umumnya, MSG ditambahkan pada makanan
sebelum, selama atau setelah memasak. Ini
adalah unsur makanan yang stabil, yang berarti
bahwa hal ini tidak akan mengubah struktur
molekul ketika ditambahkan ke air mendidih atau
dengan bahan lainnya. Oleh karena itu, tidak
akan menyebabkan mie instan menjadi
beracun. Struktur MSG hanya akan berubah bila
dipanaskan pada suhu 120 derajat Celcius. Dan
hal ini tidak akan tercapai, karena suhu pada
saat air mendidih adalah 100 derajat Celcius.
Sangat disarankan untuk memasak sesuai
dengan saran penyajian, agar rasa, aroma dan
vitamin yang terdapat dalam bumbu tidak
berkurang atau hilang.


Mitos : Mie instan adalah makanan yang
tidak bergizi.
Fakta : Untuk mengatakan bahwa mie instan
tidak memiliki nilai nutrisi sebagai makanan
adalah sebuah kesalahpahaman.


Mie instan yang telah disertifikasi oleh BPOM/
Depkes telah diperkaya dengan zat gizi
mikro esensial, yaitu Vitamin A, Vitamin B,
Niasin, Asam Folat, Pantotenat dan zat
besi .


Mitos : Mie instan menyebabkan
pankreatitis.
Fakta : Mie instan bukan penyebab pankreatitis.


Penyalahgunaan alkohol dan batu empedu
adalah 2 penyebab utama dari pankreatitis,
terhitung 80-90% dari semua kasus. Kasus-kasus
yang tersisa adalah karena berbagai alasan,
seperti terpapar bahan kimia tertentu, genetika,
cedera akibat kecelakaan, infeksi atau kelainan
pada pankreas atau usus, atau kadar lemak
tinggi dalam darah. Dan mengatakan bahwa
konsumsi mie instan akan berbahaya bagi
kesehatan seseorang, dan bahwa hal itu
merupakan penyebab pankreatitis adalah tidak
benar.


Mitos : Mie instan tidak boleh dimakan
langsung tanpa dimasak terlebih dahulu.
Fakta : Tidak benar.
Dalam proses pembuatan mie instan telah
melalui tahap penggorengan pada suhu tinggi
(120-150 C), dan bisa dipastikan bahwa mikroba
akan mati pada suhu tersebut. Sehingga mie
instan aman dan boleh dimakan langsung
(tanpa dimasak) dengan menaburkan
bumbunya layaknya snack/ makanan
ringan.


Mitos : Penggunaan styrofoam berbahaya
bagi kesehatan, apalagi jika styrofoam
terkena air panas, seperti ketika memasak
mie instan dalam cup.
Fakta: Styrofoam untuk mie instan cup terbukti
aman digunakan, karena telah melewati standar
BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan).


Cup yang dipakai mie instan adalah styrofoam
(expandable polysteren) khusus untuk makanan
(food grade). Ia memang bisa menyerap panas.
Ini terbukti setelah diseduh air panas, tidak
terasa panas di tangan ketika dipegang. Tetapi,
karena proses pressing-nya memenuhi standar,
tidak menyebabkan molekul styrofoam larut
(rontok) bersama mie instan yang diseduh air
panas. Jadi, jika selama ini khawatir dengan mie
instan menempel pada cup-nya ketika diseduh
air panas, semata-mata disebabkan tingginya
kadar minyak dalam mi (sekitar 20%).
Selain itu, expandable polysteren yang
digunakan mie instan cup telah melewati
penelitian BPOM dan Japan Environment Agency
sehingga memenuhi syarat untuk mengemas
produk pangan. Berdasarkan penelitian tersebut,
kemasan ini aman digunakan.


Mitos : Mi instan menggunakan bahan
pengawet yang berbahaya bagi kesehatan.
Fakta : Dalam proses pembuatannya mie instan
menggunakan metode khusus agar lebih awet,
namun sama sekali tidak berbahaya.


Seperti yang telah dijelaskan di atas, salah satu
cara pengawetan mie instan adalah deep frying
yang bisa menekan rendah kadar air (sekitar
5%). Metode lain adalah air hot drying
(pengeringan dengan udara panas). Inilah yang
membuat mie instan bisa awet hingga 8 bulan,
asalkan kemasannya terlindung secara
sempurna.
Kadar air yang sangat minim ini, tidak
memungkinkan bakteri pembusuk hidup apalagi
berkembang biak. Malah, mie instan tidak
beraroma tengik serta tidak menggumpal basah.
Langkah terakhir untuk memastikan mie instan
layak konsumsi adalah perhatikan dengan
seksama tanggal kadaluarsanya.


Mitos : Mi instan mengandung sedikit serat, tapi
kadar karbohidratnya tinggi sehingga bisa
menyebabkan gangguan pencernaan.
Fakta : Kandungan mi instan sungguh
beragam, tak hanya karbohidrat.

Tapi juga kadar
protein yang tinggi disertai vitamin-vitamin.
Pada dasarnya tak ada satu jenis makanan di
dunia ini yang dapat memenuhi kebutuhan gizi
bagi tubuh. Kecuali ASI untuk bayi di bawah 6
bulan. Oleh karenanya, setiap makanan yang
dikonsumsi manusia harus dilengkapi kandungan
lain. Minimal 37 jenis dalam satu makanan, agar
zat gizi di dalamnya saling melengkapi
kebutuhan manusia.
Mie instan, selain mengandung protein, lemak,
juga diperkaya vitamin A, C, B1, B6, B12, niasin,
folat, pantotenat dan mineral besi. Mie instan
pun telah dilengkapi sayuran, misalnya wortel.
Namun, jumlahnya memang tak sebanyak yang
diperlukan. Jadi, mie harus dilengkapi makanan
lain.
Dalam setiap kemasan mie instan, selalu
tergambar saran penyajian. Itulah yang harusnya
dilakukan jika ingin makan mie instan dan
mendapat asupan gizi.
Tambahkan telur, sayur, atau daging, sehingga
mie instan bisa memenuhi kebutuhan gizi. Lalu
minum jus buah tanpa gula, sehingga
sumbangan fruktosa bagi tubuh terpenuhi.
Variasikan juga cara penyajiannya, agar tak lekas
bosan.