KNKT Dapatkan Transkrip 20 Menit Percakapan Pilot

Puncak Gunung Salak 1 dalam tampilan peta kontur.

Jakarta, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) masih meneliti penyebab kecelakaan pesawat Sukhoi Superjet 100 yang menewaskan 45 orang penumpang dan awaknya pada Rabu (9/5/2012) lalu. Sejumlah perkembangan sudah didapat tim KNKT, termasuk rekaman percakapan pilot dalam cockpit voice recorder (CVR) pesawat buatan Rusia itu.

"Dari CVR sudah berhasil didengar dan dituliskan dalam bentuk transkrip. Sekarang kami sedang coba pahami," ungkap Ketua Penyelidik Kecelakaan Sukhoi dari KNKT, Prof Mardjono Siswosuwarno, Jumat (25/5/2012), kepada Kompas.com.

Mardjono menuturkan, rekaman tersebut berdurasi lebih dari 20 menit.

"Rekaman dimulai dari saat pesawat masih di darat, saat persiapan, sampai sebelum kecelakaan. Ada lebih dari 20 menit," kata Mardjono.

Sejumlah percakapan antara pilot dengan kopilot serta pilot dengan petugas Air Traffic Control (ATC) juga terekam dalam CVR, yang merupakan salah satu komponen dalam kotak hitam pesawat tersebut. Menurut dia, dalam rekaman CVR itu timnya juga mendengar ada percakapan lain antara pilot dengan pramugari.

"Tetapi, sepertinya pramugari yang mengetuk dan masuk. Ada percakapannya di dalam rekaman itu," papar Mardjono.

Namun, ia menegaskan, penyelidik hingga kini tidak bisa membuka isi rekaman percakapan tersebut. Tim harus lebih dulu mengkaji dan mengaitkannya dengan data-data lainnya.

"Percakapan itu tidak bisa disampaikan karena memang masih harus diteliti," ucapnya.

Selain percakapan pilot, tim yang dipimpin Guru Besar Fakultas Teknik Mesin Institut Teknologi Bandung (ITB) itu juga berhasil mendengar ada bunyi-bunyi instrumen. Tetapi, bunyi-bunyi itu bukanlah early warning system yang seharusnya berbunyi saat pesawat akan menghadapi rintangan.

"Bukan bunyi early warning system. Tapi, itu suara dari ada salah satu instrumen pesawat yang tidak bisa saya sebutkan," kata Mardjono.

Setelah memperoleh transkrip rekaman CVR, tim penyelidik akan bergerak menelitinya detik demi detik dan mengaitkannya dengan data-data lain dari radar Air Traffic Control (ATC) Bandara Soekarno-Hatta, seperti data ketinggian dan posisi.

"Itu harus dikaitkan dulu sambil menunggu komponen kotak hitam lainnya, yakni Flight Data Recorder (FDR) ditemukan," pungkas Mardjono.

Seperti diberitakan sebelumnya, tim Kopassus dan Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI) menemukan kotak hitam di lereng batu Gunung Salak, Bogor, lokasi kecelakaan pesawat Sukhoi Superjet 100. Namun, dalam kotak hitam itu ternyata hanya ada komponen CVR.

Sementara satu komponen lainnya, yakni FDR, yang merekam lebih dari 20 indikator pesawat seperti ketinggian, cuaca, kecepatan, dan posisi pesawat, hingga kini belum ditemukan. Saat ini, baik CVR maupun FDR, akan menjadi elemen penting untuk mengungkap penyebab kecelakaan pesawat super canggih tersebut.