Pengalaman sangat menyakitkan, dipaksa menutup karier sebagai pesepak bola pada usia 30 tahun gara-gara cedera, sulit diterima Roberto Di Matteo. Luka mental yang sangat dalam itu terus dibawa Di Matteo, yang justru membuatnya kuat dalam menghadapi berbagai cobaan kemudian.
”Secara psikologis dan mental, itu sangat sulit. Paling utama, sangat sulit menerima kenyataan tidak bisa mengakhiri karier sepak bola secara normal dan dipaksa melakukan sesuatu yang lain,” ujarnya seperti ditulis The Telegraph.
Di Matteo, yang lahir di Schauffhausen, Swiss, 29 Mei 1970, berterus terang bahwa dirinya sempat mengalami depresi berat. ”Saya harus menghadapi hal itu, yang tidak pernah terjadi sebelumnya dalam hidup saya. Diperlukan lima tahun dan saya melakukan banyak hal lain (untuk mengatasinya),” ujarnya.
Setiap hari, Di Matteo teringat malam pertandingan di Zurich, pertandingan Piala UEFA antara Chelsea dan St Gallen, 12 tahun lalu, yang membuat dia menderita cedera berat sehingga harus berhenti sebagai pemain bola. Untunglah dia segera menyadari dan bisa menerimanya bahwa pada usia 30 tahun dia harus mengakhiri kariernya. ”Itu adalah sebuah kecelakaan. Itu bisa terjadi kepada siapa pun,” ujarnya.
Selama 18 bulan Di Matteo berusaha kembali menemukan kemampuannya sebagai pemain, tetapi hasilnya mengecewakan. Di Matteo yang biasa bermain sebagai gelandang akhirnya menerima kenyataan kariernya sebagai pemain sudah berakhir.
”Saya kembali ke sekolah, saya belajar dan mengambil kursus kepelatihan. Saya juga sempat bekerja di media, menjadi pengusaha restoran untuk membuat saya sibuk, dan saya berusaha mencari jalan keluar,” ujarnya.
Diakuinya, sangat sulit untuk keluar dari sepak bola, yang telah menjadi kehidupannya. Di Matteo pun berusaha sepenuhnya meninggalkan sepak bola. Jawabannya adalah, dia perlu suatu penutup untuk mengakhiri hidupnya di sepak bola. Kebutuhan mencari penutup itulah yang membuatnya kembali bersemangat dan melibatkan diri sepenuhnya di sepak bola.
Di Matteo pun menemukan jalannya dengan duduk di manajemen MK Dons yang dia kelola mulai musim panas 2008 dan berakhir di posisi ketiga di liga Divisi Satu pada musim pertama sebagai pelatih. Dia melangkah ke West Bromwich Albion yang berhasil dia promosikan masuk ke Liga Primer dengan gaya permainan menyerang. Namun, dia kemudian dipecat pada Januari 2011 yang membuatnya kembali terluka.
”Saya rasa saya telah melakukan tugas dengan baik dan itu diakui industri sepak bola. Saya rasa itulah salah satu alasan mengapa saya duduk di sini sekarang,” katanya menceritakan bagaimana dia bisa sampai kembali di Chelsea.
Di Matteo tidak mengenal Andre Villas-Boas ketika manajer asal Portugal itu meneleponnya. ”Hubungan yang sangat alami. Kami bertemu dan kami saling memahami dan ideologi sepakbola kami sama. Sepertinya kami sudah lama saling mengenal.”
Setelah Villas-Boas diberhentikan, Di Matteo menyadari inilah kesempatan besar baginya untuk menutup karier sepak bolanya dengan indah dan penuh kenangan. Dia pun memulainya dengan sangat hati-hati, yaitu mempelajari apa yang membuat Manajer Villas-Boas gagal menukangi Chelsea.
Jika melihat hasilnya sampai saat ini, Di Matteo agaknya telah berhasil mengubah pengalaman pahitnya menjadi buah yang manis. Akankah ini terus berlanjut?