Presiden Malawi Meninggal Rakyatnya Senang
Presiden Malawi Bingu wa Mutharika telah meninggal dunia karena serangan jantung, demikian dikatakan sumber-sumber medis dan pemerintah hari Jumat (06/04/2012).
Presiden berusia 78 tahun itu dilarikan ke rumah sakit di ibukota Lilongwe pada hari Kamis dan meninggal ketika tiba di tempat, kata sumber tersebut. Sedangkan menurut laporan media, Mutharika dilarikan ke Afrika Selatan untuk mendapatkan perawatan, namun keberadaannya hingga kini tidak diketahui dengan jelas, lapor Reuters (06/04/2012).
Sumber medis mengatakan, mantan ekonom di Bank Dunia tersebut dilarikan ke luar negeri, karena rumah sakit setempat tidak memiliki kemampuan untuk merawatnya. Sejak dilanda krisis, negara berpenduduk 13 juta jiwa tersebut mengalami kekurangan energi. Begitu parahnya sampai rumah sakit di ibukota pun tidak mampu melakukan otopsi yang layak atas mayat Mutharika atau sekedar menyimpan jasadnya di lemari pendingin.
Kebanyakan rakyat Malawi menyalahkan Mutharika atas kesulitan ekonomi yang melanda negaranya, terlebih sejak Mutharika terlibat perselisihan diplomatik dengan Inggris satu tahun lalu.
“Kami tahu dia meninggal dan malangnya dia meninggal di rumah sakit setempat yang kondisinya buruk yang tidak pernah mendapatkan perhatian darinya, tidak ada obat-obatan, tidak ada listik,” kata Chimweme Phiri, seorang pengusaha lokal yang sedang antri membeli bensin.
“Saya belum melihat ada seorang pun yang meneteskan air mata untuk Bingu,” kata Martin Mlenga, juga seorang pengusaha. “Kami semua mengharapkan kematiannya, maaf.”
Mutharika menduduki kursi kepresidenan pada 2004 dan berhasil memompa perekonomian negara, sehingga Malawi menjadi salah satu negara di dunia dengan pertumbuhan ekonomi tercepat. Namun sayangnya, pertumbuhan ekonomi itu dibangun atas dasar kucuran dan banjir dana dari negara-negara asing.
Masa-masa indah itu hanya berlangsung sekitar 7 tahun dan berakhir sejak setahun lalu, setelah Malawi mengalami konflik diplomatik dengan Inggris, negara bekas penjajahnya yang memberikan bantuan terbesar. Maka macetlah bantuan jutaan dolar dari Inggris yang mengalir deras ke Malawi.
Akar pertengkaran itu adalah bocornya kabel diplomatik, yang mengatakan bahwa Mutharika adalah seorang “otokratik dan tidak dapat menerima kritik.”
Penghentian bantuan luar negeri itu mengakibatkan Malawi kekurangan dolar. Impor bahan bakar minyak, makanan dan obat-obatan tersendat, sehingga nilai mata uang kwacha juga ikut merosot terhadap dolar.
Keadaan itu bertambah parah, setelah pada bulan Juli 2011 Amerika Serikat ikut menghentikan bantuan USD350 juta, karena pasukan keamanan Malawi menembak mati 20 demonstran anti pemerintah.
Mutharika bulan lalu mendesak agar para pendukungnya maju membela negara, daripada duduk-duduk dan menyaksikannya menanggapi omong kosong negara-negara donor dan kelompok-kelompok hak asasi manusia.
Hingga kini belum ada pengumuman resmi dari pemerintah mengenai mangkatnya pemimpin Malawi itu. Para petinggi negeri justru sibuk berdebat tentang siapa yang akan mengisi kursi presiden yang ditinggalkan Mutharika.*