Sejumlah ilmuwan telah menemukan bagaimana cara kodok memperkirakan gempa bumi. Pada 2009, sejumlah kodok di L'Aquila, Italia menghilang dari kolam-kolam setempat, tiga hari sebelum gempa besar.
Para peneliti -dalam laporan yang diterbitkan di Jurnal Internasional untuk Penelitian Lingkungan dan Kesehatan Masyarakat- mengatakan batu-batu di kerak Bumi mengeluarkan partikel bermuatan, sebelum gempa dan hal ini mempengaruhi air. Para ilmuwan memperkirakan kodok dapat mendeteksi perubahan ini sebelum lempeng tektonik bergeser.
Tim yang dipimpin oleh Friedemann Freund dari NASA dan Rachel Grant dari Universitas Terbuka Inggris berharap hipotesis mereka ini dapat membantu pakar biologi dan geologi untuk bekerja sama mencari tahu bagaimana binatang mengetahui tanda-tanda gempa.
Kodok di L'Aquila bukan satu-satunya binatang yang berperilaku aneh sebelum gempa. Sejumlah laporan menyebutkan reptil, amfibi, dan ikan juga berperilaku aneh sebelum gempa terjadi.
Pada 1975, di Haicheng, China, banyak orang yang melihat ular keluar dari sarangnya, satu bulan sebelum kota itu diguncang gempa. Pergerakan ular ini aneh karena biasanya binatang ini tidur lama di tengah musim dingin, dan keluar pada saat suhu membeku merupakan tindakan bunuh diri untuk binatang berdarah dingin ini.
Nona Grant, pakar biologi dari Universitas Terbuka, mengamati koloni kodok di L'Aquila sebagai bagian dari penelitiannya."Sangat dramatis," katanya. " 96 kodok menghilang dalam waktu tiga hari. Setelah itu saya dihubungi oleh NASA," imbuhnya.
Para ilmuwan dari badan ruang angkasa Amerika Serikat tengah mempelajari perubahan kimia yang terjadi saat bebatuan di perut bumi mengalami tekakan besar. Mereka juga tengah meneliti apakah perubahan itu terkait dengan eksodus masal kodok.
Pakar geofisika Friedemann Freund mengatakan bebatuan di kerak bumi yang mengalami tekanan besar, mengeluarkan partikel. Partikel-partikel yang terlepas di udara saat mencapai permukaan Bumi menjadi molekul udara yang disebut ion. Perubahan kimia ini dapat mempengaruhi bahan organik yang larut di air dan menjadikan bahan ini beracun untuk binatang yang tinggal di air. Mekanisme ini rumit dan para ilmuwan mengatakan proses ini perlu diuji lagi secara cermat.
Namun Dr Grant mengatakan mekanisme ini adalah yang pertama sebagai "petunjuk gempa" yang dapat dirasakan oleh binatang. Dr Freund mengatakan sikap binatang ini dapat menjadi salah satu dari sejumlah hal yang dapat digunakan sebagai petunjuk gempa. "Begitu kita mengerti semua sinyal ini dan melihat ada empat atau lima petunjuk yang mengarah pada hal yang sama, maka kita bisa memperkirakan sesuatu akan terjadi," ujar Dr Freund kepada BBC Nature.
Para peneliti -dalam laporan yang diterbitkan di Jurnal Internasional untuk Penelitian Lingkungan dan Kesehatan Masyarakat- mengatakan batu-batu di kerak Bumi mengeluarkan partikel bermuatan, sebelum gempa dan hal ini mempengaruhi air. Para ilmuwan memperkirakan kodok dapat mendeteksi perubahan ini sebelum lempeng tektonik bergeser.
Tim yang dipimpin oleh Friedemann Freund dari NASA dan Rachel Grant dari Universitas Terbuka Inggris berharap hipotesis mereka ini dapat membantu pakar biologi dan geologi untuk bekerja sama mencari tahu bagaimana binatang mengetahui tanda-tanda gempa.
Kodok di L'Aquila bukan satu-satunya binatang yang berperilaku aneh sebelum gempa. Sejumlah laporan menyebutkan reptil, amfibi, dan ikan juga berperilaku aneh sebelum gempa terjadi.
Pada 1975, di Haicheng, China, banyak orang yang melihat ular keluar dari sarangnya, satu bulan sebelum kota itu diguncang gempa. Pergerakan ular ini aneh karena biasanya binatang ini tidur lama di tengah musim dingin, dan keluar pada saat suhu membeku merupakan tindakan bunuh diri untuk binatang berdarah dingin ini.
Nona Grant, pakar biologi dari Universitas Terbuka, mengamati koloni kodok di L'Aquila sebagai bagian dari penelitiannya."Sangat dramatis," katanya. " 96 kodok menghilang dalam waktu tiga hari. Setelah itu saya dihubungi oleh NASA," imbuhnya.
Para ilmuwan dari badan ruang angkasa Amerika Serikat tengah mempelajari perubahan kimia yang terjadi saat bebatuan di perut bumi mengalami tekakan besar. Mereka juga tengah meneliti apakah perubahan itu terkait dengan eksodus masal kodok.
Pakar geofisika Friedemann Freund mengatakan bebatuan di kerak bumi yang mengalami tekanan besar, mengeluarkan partikel. Partikel-partikel yang terlepas di udara saat mencapai permukaan Bumi menjadi molekul udara yang disebut ion. Perubahan kimia ini dapat mempengaruhi bahan organik yang larut di air dan menjadikan bahan ini beracun untuk binatang yang tinggal di air. Mekanisme ini rumit dan para ilmuwan mengatakan proses ini perlu diuji lagi secara cermat.
Namun Dr Grant mengatakan mekanisme ini adalah yang pertama sebagai "petunjuk gempa" yang dapat dirasakan oleh binatang. Dr Freund mengatakan sikap binatang ini dapat menjadi salah satu dari sejumlah hal yang dapat digunakan sebagai petunjuk gempa. "Begitu kita mengerti semua sinyal ini dan melihat ada empat atau lima petunjuk yang mengarah pada hal yang sama, maka kita bisa memperkirakan sesuatu akan terjadi," ujar Dr Freund kepada BBC Nature.