Mengarungi Pasar Terapung Lok Baintan, Kalsel


Suasana dini hari itu memang tampak nyata, bukan khayal semata. Nampak matahari belum genap menampakan wujudnya di ufuk timur. Pukul 4.30 WITA. Saya memakai sweater berwarna hitam abu-abu keluar dari kamar sembari mengecek kembali apa yang harus dipersiapkan. Kamera telah berada di sebuah tas berwarna cokelat. Dini hari ini, saat yang tepat untuk mengarungi sungai Martapura. 

Beberapa teman blogger dan media telah menunggu di lobi hotel. Ternyata masih ada beberapa orang yang masih ditunggu. Setelah lengkap, saya mengikuti arus jalan orang ke sebuah bus sedang yang membawa kami ke sebuah dermaga kecil di depan Museum Perjuangan Rakyat Kalimantan Selatan, di jalan Kampung Kenanga.

Dua orang telah menanti kami di sebuah Kelotok, sebutan untuk perahu kecil di Banjarmasin, Kelotok ini memang tak begitu besar, bila dihitung dengan muatan orang, hanya bisa menampung sekitar 20 sampai 30 orang saja. Di dalam kelotok, atapnya memang tak begitu panjang, sekitar satu meter lebih, jadi saya harus menunduk sambil berjalan seperti latihan militer. Setelah merasa kepayahan dengan pendeknya atas kelotok, akhirnya beberapa teman keluar ke tempat duduk yang berada sisi luar kelotok yang bisa diduduki oleh 8 orang saja.


Perjalanan dari pusat Banjarmasin ke Muara Kuin sekitar 30 - 45 Menit tergantung dari jalur yang dilewati. Di sekitar Banjarmasin pasar terapung lain berada di Lok Baintan yang terkenal di Kalimantan Selatan. Di sekitar sungai Barito, terdapat obyek wisata Pulau Kembang yang dapat di jelajahi dengan membayar sekitar 5 ribu rupiah untuk melihat beberapa kawanan kera yang hidup di pulau tersebut.

Setelah mengarungi sepanjang sungai Barito yang luas dengan pemandangan lalu lalang perahu dan aktivitas warga dini hari, tibalah di penghujung sungai Barito. Hulu sungai Barito merupakan pertemuan dengan beberapa sungai lainnya seperti sungai Martapura. Sungai Martapura dahulu bernama Sungai Kayutangi dan merupakan anak sungai Barito. Beberapa perahu yang menjajakan makanan, sayuran, buah-buah dan segala macam jajanan tampak bertebaran.

  
Sepanjang mata memandang yang terlihat hanya perahu dengan berbagai macam yang ditawarkan. Salah satu yang paling menarik perhatian adalah perahu dengan tulisan di atasnya Sate Ayam, Soto Banjar, dan nasi kuning. Perut yang belum terisi ini seakan meminta untuk dipenuhi kebutuhannya. Beberapa orang langsung memesan sate ayam dan soto banjar. Salah satu makanan khas adalah soto banjar. 

Sate Ayam Yummy

Soto Banjar Enak 
Soto banjar ini berisi ketupat potong, sayuran, mie soun, dan kuah santan yang sangat enak. Rasanya soto ini mirip dengan kaldu ayam dan santan kemudian dipadu dengan sayuran menambah nikmatnya menyantap soto banjar. Untuk sate ayam, daging ayamnya di bakar secara merata  dan bumbu kacang yang khas sehingga menyantap makanan ini serasa ingin menambah lagi dan lagi.

Beberapa pedagang lain juga menjajakan buah-buahan dan jajanan pasar, namun beberapa perahu belum banyak, karena memang saat saya datang, saat itu menunjukan pukul 6 WITA dan belum menunjukan kerumunan yang membentuk pasar. Walaupun tak banyak, namun cukup membuat saya menikmati suasana pasar terapung yang selama ini saya dengan lewat cerita teman ataupun lewat tulisan beberapa travel blogger yang pernah mengarungi pasar terapung ini.


Saat matahari mulai memperlihatkan dirinya, saatnya kami kembali dengan rute yang berbeda, kali ini melewati sungai yang lebarnya lebih sempit dari saat pertama kali kami lewati tadi. Aktivitas pagi hari seperti mandi dan mencuci warga disekitar sepertinya menjadi pemandangan yang tak bisa bagi saya, namun bagi warga, hal itu lumrah, bahkan sudah tak asing, sudah menjadi kebiasaan sehari-hari.

Di sepanjang sungai, saya melihat beberapa rambu yang digunakan sebagai lambang peringatan bagi perahu yang melintas. Seperti halnya rambu-rambu lalu lintas jalan, rambu sungai juga memiliki makna sama, seperti mengatur lalu lintas, dan memberitahukan bahwa arus sungai tersebut dalam kondisi yang bagaimana.

Salah Satu Rambu Sungai
Bagi saya rambu sungai merupakan hal unik dan menjadi sebuah ikon yang bisa dikembangkan di pesisir sungai di daerah Banjarmasin. Apalagi dengan budaya Banjarmasin dan Kalimantan Selatan yang sangat erat dengan sungai, maka rambu ini bisa menjual pariwisata secara nasional dan internasional. Namun, memang masih harus diperhatikan beberapa hal, supaya dapat menyamai sungai Chao Paraya yang menjadi ikon di Bangkok.

 Galeri Foto 




pasang iklan banner
 
InnOnet © Copyright 2011-2018 Notifikasiku. All Rights Reserved.